WELCOME !

HAVE FUN !

Sabtu, 23 April 2011

UNTITLED (Part One)

Arrrrgghhh!!!!
Deta merasa frustasi menghadapi soal ulangan matematika barusan. Ada sepuluh soal dengan angka-angka yang membuat mata Deta berkunang-kunang, dan dari semua soal itu Deta hanya bisa menjawab tiga diantaranya. Itu pun sudah beruntung kalau jawabannya benar.
“Yak kumpulkan lembar jawab kalian sekarang juga!” perintah Pak Sunu tegas. Suaranya yang berat dan kumisnya yang tebal membuat Deta semakin jengkel. Disaat semua mulai sibuk mengumpulkan lembar jawab, Deta mencoba mencari contekan pada Clara, teman sebangkunya.
“Ssst..liat dong,” bisik Deta pelan.
“Nih, satu soal aja ya” Baru saja Deta hendak menyalin jawaban Clara, Pak Sunu sudah berdiri di sampingnya.
“Ehmmm..” Deta menoleh.
“Kamu ini jangan macem-macem ya sama bapak. Cepat sini kumpulkan!” Deta akhirnya menyerahkan lembar jawabnya dengan pasrah. Yahh, begini lah nasib Deta kalau sudah menyangkut soal matematika. Pasti selalu bernasib jelek. Dari dulu Deta memang paling benci pelajaran eksak. Maka dari itu Deta memilih jurusan IPS di kelas dua ini. Tapi ternyata oh ternyata, ada matematika juga.
“Gimana, Ta? Berapa soal yang bisa lo jawab?” tanya Clara dengan antusias. “Tumben ya soal ulangan kali ini gampang,” tambah Clara.
“Bisa-bisanya Pak Sunu bikin soal kayak gitu. Iya Clar, gampang banget soalnya. Saking gampangnya gue cuma bisa jawab tiga soal,” kata Deta sinis. Berbeda dengan Deta, Clara, teman sebangku Deta ini memang anaknya pinter. Yahh, juara kelas gitu deh. Tapi dia memang agak pelit kalau soal kasih contekan. Jarang banget Deta bisa dapet contekan dari Clara. Katanya sih kalau dia sering kasih contekan, sama aja dengan dia bikin Deta bodo secara ngga langsung. Memang sih alasan Clara bener juga, tapi kan kasih contekan sekali-kali juga ngga papa dong. Itung-itung amal nolongin temen yang kesusahan. Hehe..
“Hhhahaha.. bego lo ahh!”
“Ahh elo, bukannya prihatin malah ngledekin gue,” kata Deta sambil beranjak dari bangkunya.
“Ehh mau kemana, Ta?”
“Kantin!” jawab Deta sambil berlalu.      
Satu hal yang selalu Deta lakuin kalau dia lagi stress adalah makan es krim. Ngga tahu kenapa kalau makan es krim moodnya bisa lebih membaik. Seperti sekarang ini. Deta sedang asyik duduk di bangku koridor kelasnya sambil menjilati es krim cone yang dibelinya dari kantin.
“Woii Deta! Iiihh, lo kayak anak kecil aja deh iih,” komentar Sasha, sahabatnya dari kecil, yang tiba-tiba saja sudah duduk di sampingnya.
“Pasti loe lagi bĂȘte ya. Emang kenapa sih neng? Lagi ada masalah apa kali ini?” cerocos Sasha. Sasha ini memang terkenal bawel . Beda dengan Deta yang lebih terkesan pendiem.
“Aduhhh..jangan makin ngerusak mood gue dong Sha,” omel Deta.
“Yeee kok sewot sih. Gue kan cuma nanya aja loe lagi ada masalah apa. Wuuu…”
“Loe kenapa sih? Jawab atuh neng,” ujar Sasha yang mulai gemes dengan Deta.
Deta bukannya menjawab pertanyaan Sasha malah terus asyik menikmati es krimnya. Bukan Sasha namanya kalau dia diam sampai disitu. Sasha terus mengoceh tanpa berhenti.
“Loe itu ya harusnya ngurangin kebiasaan loe makan es krim. Soalnya ya es krim itu bisa..bla..bla..bla..” Deta memasang earphone dan mulai menyalakan MP3 mungil yang selalu dibawanya kemana-mana. Setelah itu celotehan Sasha ngga terdengar lagi dan Deta mulai tenggelam dalam dunianya sendiri.
Beberapa saat kemudian, Deta melepas earphone yang terpasang di telinganya. “Uda selesai dengerin lagunya?” ucap seseorang di samping Deta. Deta menoleh. Dilihatnya seorang cowok tampan dengan senyum manis di wajahnya.
“Segitu asyiknya loe dengerin MP3 sampai-sampai loe ngga sadar gue duduk di sini,” ujar Ribas. Deta tersenyum menanggapi perkataan Ribas.
Deta kemudian teringat dengan Sasha. ‘Bukannya tadi Sasha duduk di sini, kok sekarang ngga ada ya?’ batin Deta.
“Mana Sasha?”
“Udah pergi daritadi. Dia kenapa sih kok tadi ngomel-ngomel ngga jelas gitu?”
“Hahahahha..Ngambek kali dia gara-gara gue cuekin,” jawab Deta tanpa perasaan bersalah.
“Parah loe. Tega banget sama sahabat sendiri” Deta tersenyum membayangkan ekspresi Sasha. Pasti tadi anak itu bete setengah mati. Biarin deh. Hehehe..
“Eh, kok lo ada disini?” tanya Deta penasaran.
“Yee..mang kenapa? Ngga boleh? Gue kan kangen ama cewek gue, makanya gue kesini”
“Iiiihhhihhh, ngga banget deh. Gombal”
“Siapa yang ngegombal. Gue serius tau kangen ama loe,” ujar Ribas sambil mengacak-acak rambut Deta dengan lembut. Satu tahun sudah Deta berpacaran dengan Ribas, kakak kelasnya di sekolah. Walaupun hubungan mereka berdua jauh dari kesan romantis dan sering berantem tapi semuanya berjalan dengan mulus dan baik-baik saja sampai saat ini.
“Ntar pulang sekolah gue tunggu di parkiran. Awas kalo lupa!”
“Kalau gue lupa gimana?”
“Mmm..jangan coba-coba ya neng. Abang ngga suka orang yang lupa sama janjinya,”ujar Ribas dengan ekspresi serius yang dibuat-buat.
“Hhhahaha..oke deh!”

 
Sepulang sekolah, Deta langsung menuju ke parkiran. Di tengah jalan Deta berpapasan dengan Sasha. “Hei Sha! Gue duluan ya!” sapa Deta ramah.
Sasha memalingkan mukanya ke arah lain dan berlalu begitu saja. Deta tertawa geli melihat tingkah sahabatnya itu. Sasha itu gampang banget ngambek dan gampang pula baikannya. Tinggal disogok aja pake kue bolu kukus, dia pasti udah normal lagi. Tapi urusan Sasha nanti aja deh. Hehe..
Saat Deta datang, Ribas sudah menunggu di atas motornya. Deta segera menghampiri cowok bertubuh tinggi tegap itu. “Heii,” sapa Deta sambil menepuk pundak Ribas.
“Dasar cewek! Lama banget sih neng,” ujar Ribas sambil mengulurkan sebuah helm pada Deta. Deta menerima helm itu dan memakainya.
“Tadi kan loe ngga bilang on time! Jadi jangan salahin gue dong kalau gue ngga ontime” Ribas menatap wajah cewek yang berdiri di depannya sambil tersenyum. “Elo nih ya pinter banget cari alasan. Jaket loe mana?”
“Gue ngga bawa,” jawab Deta singkat. Ribas kemudian melepaskan jaket hitamnya dan memberikannya pada Deta. “Nih pake jaket gue. Lain kali kalau mau pergi-pergi tuh jangan lupa bawa jaket”
“Mau kemana sih?”
“Pulang lah. Emang mau kemana lagi?”
“Yaelahh. Gue kira mau kemana, ternyata.. dasar loe ahh!”
“Kenapa? Mau protes?? Udah deh ahh. Bawel. Buruan gih naik”

            Deta sedang berada di teras belakang rumahnya. Deta membolak-balik buku catatannya dengan malas. Besok ada jadwal ulangan Sejarah, tapi sejak tadi pikirannya ngga konsen belajar. Pikirannya mengingat kejadian tadi siang terus. Dulu biasanya Deta  selalu pulang bareng Ribas. Tapi berhubung Ribas udah kelas3, dia ngga bisa sebebas dulu nganter jemput Deta. sekarang tiap pagi dan siang, Ribas harus mengikuti tambahan pelajaran di sekolah. Dan tadi siang Ribas berusaha nyempatin buat nganterin pulang Deta. Walaupun setelah itu dia mesti balik lagi ke sekolah buat tambahan pelajaran. Hmm..Deta jadi kangen sama Ribas.
                “Gimana mau dapet nilai bagus kalau kerjaannya malah ngelamun. Belajar yang bener dong!” tegur Ribas. Deta benar-benar kaget ketika mendapati Ribas sudah berdiri di sampingnya.
                “Elo tuh ya kayak jalangkung aja. Datang ngga dijemput pulang ngga diantar,” omel Deta.
“Hehehe..bisa aja loe. Masa gue yang ganteng gini disamain ama setan. Ckckck..kurang ajar loe!” Ribas tersenyum dan membelai rambut Deta.
“Loe kok bisa kesini? Ngga belajar?”
“Udah tadi. Yah sekali-kali gue butuh refreshing lahh,” jawab Ribas dengan santainya. “Besok ada ulangan? Apa?”
“Sejarah”
“Trus kok loe malah ngelamun? Metode belajar terbaru ya?” ledek Ribas.
“Suka-suka gue dong. Gue kan juga butuh istirahat. Masa belajar mulu. Emang loe doang yang butuh refreshing,” balas Deta.
“Ahh cari alasan aja loe. Sini gue bantuin!” Ribas mengambil buku yang sedang dipegang Dita dan membaca-baca catatannya.
Selama kurang lebih satu setengah jam, Ribas tanya jawab dengan Deta seputar bahan ulangan Sejarah besok. “Udah ahh. Istirahat dulu. Capek nih otak gue,” pinta Deta.
“Mau minum ngga? Bentar ya gue ambilin dulu,” ujar Deta sambil beranjak ke dapur. Tak lama setelah itu, Deta kembali dengan membawa dua botol kecil Pocari. “Nih,” ujar Deta sambil memberikan salah satu botol yang dipegangnya pada Ribas.
“O iya, bukannya loe tadi ada ulangan matematika? Bisa ngga?”
“Haha.. bisa gila gue ngerjainnya. Susah banget”
“Ahh..itu sih elo aja yang bego. Iya kan?” ledek Ribas. Sebuah cubitan mendarat di lengan kiri Ribas. “Awww..sakit dong sayang”
“Hhhaa?? Loe panggil gue apa? Sayang? Ngga salah denger nih?”
“Apaan sih loe. Norak deh. Loe tuh ya ama pacar ndiri yang romantis dikit kek,” komentar Ribas.
“Najis!”
“Hahahaha..sialan!”
Mereka berdua tiba-tiba terdiam untuk beberapa saat. Sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri.
“Dulu gue sering nemenin loe belajar, nganterin loe pulang, nemenin loe main, makan es krim bareng, tapi sekarang gue jarang punya waktu buat nglakuin itu semua,” ujar Ribas yang memecah keheningan.
“Kadang gue merasa kangen pengin ngelakuin semua hal tadi bareng sama loe. Tapi gue ngerti kok sama kegiatan loe sekarang”
“Makasi ya sayang”
Deta tersenyum. Walaupun kadang dalam hatinya dia sering merasa kehilangan, tapi Deta mencoba memahami kondisi Ribas sekarang. Ribas memang sedang butuh banyak waktu untuk mempersiapkan diri mengikuti ujian akhir dan ujian masuk perguruan tinggi.
“Udah tau mau kuliah dimana?” tanya Deta penasaran.
“Belum. Kalau gue kuliah diluar kota atau diluar negri gimana Ta? Loe setuju ngga?”
“Ya kalau itu pilihan loe, gue dukung lah”
“Loe ngga masalah pacaran jarak jauh?” Deta menggelengkan kepalanya tanda bahwa dia tidak keberatan dengan hal itu. Walaupun sebenarnya Deta tahu bahwa pacaran jarak jauh itu tidak mudah. Namun Deta sangat menyayangi Ribas dan tidak ingin kehilangannya.
“Masa? Ntar loe nangis pas gue tinggal,” goda Ribas mencairkan suasana.
“Wee..sok banget lo!”
“Hahaha..”
Deta mengamati jam tangan hitam yang dipakai Ribas. Waktu sudah menunjukkan jam sembilan lewat. Deta memberi isyarat pada Ribas untuk segera pulang.
Setelah berpamitan pada keluarga Deta, Deta mengantar Ribas sampai depan rumah.
“Gue balik dulu ya neng.  Belajar yang bener biar pinter. Jangan ngelamunin gue mulu,” kata Ribas yang sudah nangkring di motornya.
“Iyaa deh bang,” jawab Deta sambil tersenyum. “Ati-ati di jalan. Ngga usah ngebut. Ntar jangan lupa kasi kabar kalau udah sampai rumah,” tambah Deta yang langsung dijawab iya oleh Ribas.
“Eitss ada yang lupa,” kata Ribas. Ribas turun dari motornya dan menghampiri Deta. Ribas mencium kening Deta cukup lama. “Gud nite. Love you”
“Dah”
Ribas memacu motornya dan menghilang dari pandangan Deta. Ribas. Sosok laki-laki yang ada di dalam relung hati Deta yang paling dalam. Laki-laki yang bisa selalu membuat Deta tersenyum dengan gayanya sendiri. ‘Love you too,abang’ ucap Deta dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar